Jangan Menyerah Akan Kesulitan Hidupmu
Indonesia, 27 Agustus 2011
Latar Belakang Keluarga
Saya terlahir di tengah-tengah keluarga yang amat sangat sederhana. Mengapa saya sebutkan amat sangat ? ini karena tidak cukup dengan kata sederhana saja untuk menggambarkannya. Ibu saya tidak bekerja, statusnya sebagai Ibu Rumah Tangga sudah membuatnya sibuk dengan segudang aktivitas yang tidak pernah berhenti, dimulai saat bangun tidur di pagi hari hingga kembali tidur di malam hari, tidak ada waktu yang terbuang percuma. Beliau sudah sangat sibuk dengan semua aktivitasnya melayani kami sekeluarga, kadang hampir dikatakan untuk mengurus dirinya sendiri saja tidak sempat. Hanya ayah saya saja yang bekerja untuk menghidupi keluarganya yang berjumlah 6 (enam) orang dengan mengandalkan pekerjaannya di sebuah biro jasa kecil.
Saya adalah satu-satunya anak perempuan yang dimiliki orang tua saya yang lahir pertama dan kemudian disusul 3 (tiga) adik laki-laki saya. Sebagai anak pertama yang meskipun seorang perempuan, saya mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dari ke tiga adik saya. Orang tua pun sengaja menyekolahkan ke tiga anaknya di sebuah Sekolah Menegah Kejuruan, bukan Sekolah Menengah Umum dengan tujuan supaya kami bertiga bisa dengan segera mendapatkan pekerjaan, kecuali si bungsu yang saat itu masih duduk di sekolah dasar. Kuliah merupakan sebuah impian saja bagi kami karena biaya pendidikan di bangku kuliah tidak terjangkau oleh kemampuan finansial keluarga kami.
Menyadari akan hal itu, kami bertiga tidak pernah putus asa atau kenal kata menyerah. Dengan kondisi yang ada KAMI TETAP MEMILIKI CITA-CITA YANG TINGGI. Kami tetap berprestasi di bangku sekolah. Bahkan, adik laki-laki saya, Tito, sempat menikmati beasiswa dari sekolahnya karena dirinya sebagai siswa berprestasi di sekolahnya, dia bahkan mahir sekali memainkan gitar meski tidak pernah mengikuti kursus gitar dan kemampuannya di bidang komputer pun tidak diragukan lagi. Hingga saat ini saja, banyak pasien-pasiennya yang harus ditangani 😀
Sementara adik laki-laki saya yang satu lagi, Deni, mahir sekali menggambar. Sewaktu dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar banyak sekali gambar-gambar kartun Walt Disney yang digambarnya dengan mudah dan hasil akhir gambar yang sama persis dengan gambar aslinya. Kemampuan menggambarnya pun terus meningkat dan membuat dirinya lebih fokus ke mayor Design Grafis.
Sedangkan saya, saya sejak kecil punya cita-cita ingin melihat dunia luar, saya suka sekali membaca pengetahuan umum atau informasi berita apa saja dan mungkin hal inilah yang membuat saya tertarik untuk ingin merasakan semua yang saya baca atau saya lihat itu, meski pada saat itu hal tersebut hanya sebatas angan-angan dan impian saja.
Pada akhirnya, mungkin inilah yang membuat orang tua saya mau membelikan kami sebuah komputer untuk dipakai anak-anaknya mengembangkan kemampuan ilmunya meski dengan kondisi finansial yang seadanya suatu saat ketika kami sekeluarga sedang pergi ke Arena Pekan Raya Jakarta.
Setelah saya lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan saya membantu ayah saya di usaha biro jasanya. Maklumlah, usaha biro jasa kecil-kecilan itu butuh tenaga yang membantu kegiatan operasionalnya. Tidak mungkin hanya dikerjakan oleh ayah saya saja seorang diri, kalaupun ingin menggaji tenaga karyawan, pertimbangan banyaknya klien-klien yang menggunakan jasa biro jasa sebagai tolak ukurnya. Mana sanggup menggaji karyawan jika jumlah klien yang ada tidak sanggup untuk menutup biaya operasional.
Puji Tuhan ! Seiring berjalannya waktu, akhirnya setelah selama 1 (satu) tahun saya membantu orang tua saya di biro jasa dan berbarengan dengan lulusnya adik saya Tito dari Sekolah Menengah Kejuruan, orang tua kami menyekolahkan kami ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Kami berdua melanjutkan ke bangku kuliah. Puji Tuhan atas kesempatan ini. Adik saya yang mahir menggambar pun di sekolahkan juga ke pendidikan yang setara Diploma Satu dengan jurusan Design Grafis dan AutoCad. Sementara si bungsu pun di sekolahkan di Sekolah Menengah Umum dengan harapan sang kakak-kakak yang sudah bekerja dapat membantu menyekolahkan si bungsu ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Perjalanan Waktu yang Penuh dengan Rasa Syukur
Perjalanan waktu selama 3,5 tahun di bangku kuliah rupanya tidak membuat aku cepat diterima bekerja. Aku sudah mencoba melamar sana melamar sini, bahkan sudah banyak sekali surat lamaran pekerjaan yang aku buat dan langsung kuantar sendiri maupun via pos hingga tak tersebutkan lagi jumlahnya, tapi tetap tak mampu membuat aku diterima bekerja di satu perusahaan. Memang ada beberapa yang sempat mengalami tes psikologi dan wawancara tapi cuma sebatas itu saja, tidak ada kelanjutan hingga tanda tangan kontrak kerja. Menangis dalam hati, tentu saja. Begitu banyak pertanyaan yang tak terjawab, apakah ada yang salah dalam surat lamaran pekerjaan yang aku buat ? apakah kualifikasi aku tidak sesuai dengan persyaratan perusahaan ? apakah standar gaji yang aku buat terlalu tinggi ? apakah ini ? apakah itu ? Tak ada jawaban, hanya air mata dalam doa yang kupanjatkan kiranya Tuhan mendengarkan doaku dan aku mendapat pekerjaan.
Suatu ketika, ada telepon yang memintaku datang untuk menghadiri sebuah tes psikologi. Tanpa ragu aku memenuhi panggilan itu dan rupanya terus berlanjut ke hari berikutnya kepada sesi wawancara yang akhirnya memberikan jawaban manis bahwa aku diterima bekerja ! Aku bahagia, tapi saat yang bersamaan aku juga sedih ! Ternyata aku diterima bekerja di sebuah salon kecantikan yang cukup ternama sebagai Supervisor.
Salon kecantikan ?? Aku yang tomboy ini diterima bekerja di sebuah salon kecantikan ? ditambah lagi latar belakang pendidikan aku sebagai seorang Sarjana Ekonomi tidak sejalan dengan pekerjaan itu. Tapi apa boleh buat, akhirnya pekerjaan itu aku terima juga daripada STATUSKU JADI PENGANGGURAN DIPERPANJANG. Pekerjaanku dimulai. aku ditempatkan di sebuah mal kecil di Tangerang. Ternyata setelah pekerjaan itu aku jalani, aku baru sadar ternyata TIDAK SEPERTI YANG AKU BAYANGKAN ! Pekerjaanku bukan seorang operator yang mengerjakan servis kecantikan seperti yang dilakukan seorang Hair Stylist atau Creambath tapi aku sebagai pimpinan yang menghandle suatu cabang. Pimpinan yang harus bisa memimpin, mengelola dan bertanggung jawab sehingga kegiatan operasional cabang tersebut berjalan dengan baik, baik secara manajemen maupun servis operasional. Aku menikmati pekerjaan ini dan berusaha melakukan yang terbaik. Terbukti dengan kinerjaku yang baik akhirnya aku dipercayakan menghandle cabang-cabang besar dengan omset 200 juta-an per bulannya.
Rupanya mutasi atau kepindahan aku yang terlalu sering ini juga membuat aku tidak nyaman. Memang di satu sisi aku merasakan kepuasan karena setiap cabang yang aku kelola selalu menunjukkan grafik kenaikan dan dapat mencapai target yang diinginkan pihak manajemen pusat tapi di sisi lain aku merasa tidak mempunyai tempat menetap. Saat aku sudah merasa cocok dan sehati dengan tim yang dibangun di satu cabang kemudian aku berpindah lagi dan memulai adaptasi lagi. Lalu setelah proses adaptasi lewat dan aku sudah merasa cocok dan sehati dengan tim yang dibangun di satu cabang itu kemudian aku berpindah lagi dan begitu terus berulang-ulang. Aku mulai jenuh dan akhirnya berhenti.
Pengalaman 3 (tahun) di tempat kerja sebelumnya membuat aku membutuhkan udara baru. AKU MEMUTUSKAN UNTUK MOGOK BEKERJA DULU DAN INGIN MENIKMATI HIDUP. Aku ingin mengganti suasana yang benar-benar baru dan tidak berada di seputar dunia kecantikan karena meskipun aku sudah berhenti dari salon kecantikan tapi ternyata masih banyak sekali customer-customer yang menelepon meminta pendapatku tentang bagaimana penampilan mereka. Menurut mereka, mereka tidak akan yakin dengan pilihan yang akan mereka ambil atau saran dari hair stylist atau creambath tanpa mendengarkan pendapatku dulu. Sering aku tertawa geli, jika mengigat itu, ternyata aku berbakat juga jadi konsultan 😛 Kuputuskan untuk pergi ke satu tempat baru, tempat yang asing dan memulai sesuatu yang baru di sana.
Tak sengaja seorang teman lama, lebih tepatnya mantan anak buahku menelepon dan mengajak aku main ke tempatnya. Diah nama teman lama aku itu. Saat itu Diah sudah pindah dan kembali ke kampung halamannya di Limpung, Batang, Pekalongan, Jawa Tengah. Sebagai seorang yang ingin mencari suasana baru, tanpa ragu aku pun mengiyakan atas permintaannya dan pergi ke Jawa Tengah. Kampung halaman Diah memang masih sangat asri sekali, pemandangan nan hijau asri bisa aku jumpai di sana, sejuk sekali. Penduduk hidup dengan bercocok tanam atau hidup dari bertanam teh atau melinjo yang merupakan hasil utama penduduk lokal tersebut. Listrik sudah ada tapi belum dikenal PAM di sana. Masyarakat memanfaatkan air pegunungan yang diolah warga sekitar ke sebuah penampungan utama yang kemudian di salurkan ke masing-masing rumah penduduk. Jadi jangan kaget jika mandi jam 12 tengah hari bolong pun bisa menggigil kedinginan, apa lagi mandi pagi hari. Untuk pendatang mungkin akan jarang sekali mandi pagi karena dinginnya air, tapi tidak dengan penduduk setempat yang sudah terbiasa dengan keadaan tersebut.
Sebulan lebih aktivitas makan tidurku di Jawa Tengah berjalan hingga pada akhirnya menimbulkan kebosanan dan aku mulai berpikir untuk cari kerja. Saat aku memulai aksi untuk mencari pekerjaan, sobatku Diah, menyarankan agar aku bekerja di sebuah perusahaan bisnis retail bersama kekasihnya yang sekarang ini sudah menjadi suaminya 😉 Ajakan itu aku terima dan aku pun bergabung dengan perusahaan binis retail nomor satu itu dan ditempatkan di Cepiring, Kendal untuk menangani sebuah toko yang cukup besar.
Oh ya, selama di sana aku mempunyai keluarga baru, keluarga Diah yang sudah menjadi keluarga baruku dan juga ibu angkatku. Seorang ibu tua yang cukup umur, penjual ketoprak yang sudah ditinggalkan suaminya kawin lagi dan membawa anak mereka sehingga si ibu itu terpisah dari anaknya. Hidup hanya seorang diri dan akhirnya tinggal bersama dengan keluarga adik perempuannya sambil berjualan demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sedih sekali jika harus mengingat ibu angkatku itu yang hidup sendirian di masa tuanya bahkan pada saat pendengarannya sudah mulai berkurang.
Hampir setahun berlalu dan aku menikmati pekerjaan baru aku itu hingga ibu kandungku menelepon dan meminta aku kembali ke rumah. Permintaan yang menyayat hati dengan suara yang parau dan sedikit terisak yang dilakukan secara terus menerus oleh ibuku telah menggagalkan semua programku untuk tinggal di sana. Tidak bisa lagi menikmati keindahan lampu dan keramaian hiruk pikuk dan aktifitas anak muda sampai orang tua di simpang lima Semarang, mercon (sejenis makanan khas Jogyakarta) di emperan toko malam hari, keliling Pasar Beringharjo, Pasar Tradisional Jogjakarta, cuci mata di Malioboro atau sekedar duduk-duduk manis menikmati wedang di alun-alun kota Jogjakarta sambil menyaksikan atraksi dari anak-anak muda yang riuh ramai di malam hari setiap bulannya. Selamat tinggal Jawa Tengah, selamat tinggal Jogyakarta 😦
Ya…. aku kembali ke rumah di awal tahun 2003, berkumpul kembali dengan orang tua serta adik-adikku dan tetap dikatakan HOME SWEET HOME, meski Simpang Lima Semarang dan Yoyjakarta menyenangkan tapi tetap rumah yang SANGAT menyenangkan. Kembali ke rumah dan memulai semua dari awal lagi.
Pengalaman travellingku semakin bertambah besar sejak menginjakkan kaki di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Aku tertantang untuk mencoba tempat yang lebih jauh lagi seperti Bali atau bahkan Singapura. Namun aku sangat menyadari kondisi saat itu, STATUSKU PENGANGURAN, mana mungkin aku bisa travelling tanpa memegang uang di tangan.
Aku sempat menelan ludah sendiri saat membayangkan jika diriku bisa menginjakkan kaki di negara lain. Aku coba memejamkan mata untuk tidur tapi pikiranku ini terus berpikir “SEANDAINYA AKU BISA JALAN-JALAN KE BALI” Sambil berbaring di atas tempat tidur berharap bisa tertidur, ku coba pandangi langit-langit atap kamarku. “Ahh sudah sebulan lebih aku menganggur dan sekarang mau jalan-jalan ke Bali, apa mungkin ???” Terdiam sejenak dan merenung. Tiba-tiba tercetus ide “ahhh mengapa aku tidak mencoba jadi TKW saja, bisa bekerja dan juga jalan-jalan juga ??” Tapi aku tidak mau ke Arab Saudi yang jelas-jelas di televisi sudah diberitakan banyak korban yang terjadi, saat para Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia dikirim ke sana. Aku berencana ke Singapura saja. Oke, keputusanku sudah bulat dan aku pun tertidur.
Memikirkan niat aku semalam membuat aku berpikir harus melakukan sesuatu yaitu MEMBUAT PASSPORT. Paspor adalah identitas kita selama di luar negeri, jika di Indonesia cukup dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) maka di luar negeri pasport lah yang menjadi kartu identitas kita. Kucoba ingat-ingat semua berkas-berkas yang diperlukan untuk mengurus paspor seperti :
- Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)
- Ijasah pendidikan terakhir
- Akta Lahir
- Akta Nikah Orang Tua (jika masih belum menikah)
- Surat Keterangan Pekerjaan (jika bekerja)
Keesokan harinya, setelah beres-beres rumah dan mandi aku berangkat ke Kantor Imigrasi Kota Tangerang untuk menyerahkan semua berkas-berkas yang sudah lengkap untuk diproses sehingga aku bisa mempunyai paspor. Setelah urusan penyerahan berkas selesai, tiga hari kemudian aku akan kembali untuk melakukan foto dan sidik jari. Pulang dari foto dan sidik jari di Kantor Imigrasi Kota Tangerang, kusempatkan untuk mampir ke Kantor Departemen Tenaga Kerja untuk mencari informasi pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, namun aku kecewa karena tidak ada informasi tentang pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri saat itu. Akupun pulang dengan kesedihan.
Selang 5 (lima) hari kemudian merupakan saatnya untuk mengambil paspor yang sudah jadi di Kantor Imigrasi Kota Tangerang. Tidak membutuhkan antrian dan waktu yang lama, cukup dengan menunjukan resi pengambilan paspor, paspor yang sudah jadi diserahkan ke aku. Bingung mau kemana karena waktu masih pagi, dengan paspor di tangan kucoba lagi mampir ke Kantor Departemen Tenaga Kerja untuk coba mencari informasi tentang pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Di sana akhirnya aku sempat mengobrol sambil sedikit berguyon dengan bapak-bapak yang bertugas di sana, apa lagi saat mereka tahu bahwa niatku yang INGIN BERJALAN-JALAN SAMBIL BEKERJA di Singapura sangat besar. Mereka akhirnya menyarankan agar aku meninggalkan nomor telepon yang bisa dihubungi agar informasi tentang pengriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri bisa dengan lebih mudah disampaikan.
Sudah hampir seminggu lebih setelah aku pulang dari Kantor Depnaker, hingga tiba-tiba ada telepon dari Kantor Depnaker yang meminta aku datang. Dengan semangat 45 aku menuju ke Kantor Depnaker dan membayangkan informasi yang sudah aku tunggu-tunggu akan aku dapatkan. Sesampainya di sana, AKU TERBENGONG dan KECEWA karena ternyata informasi yang aku terima bukanlah tantang infomasi pengiriman TKI ke Luar Negeri tapi ada infomasi lowongan pekerjaan di Indonesia, lebih tepatnya Tangerang. Bapak-bapak dari Kantor Depnaker menyarankan dan menyemangati aku untuk mencobanya lebih dulu sambil menunggu infomasi tentang pengiriman TKI itu ada. Meskipun informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan yang aku harapkan aku tetap mengucapkan terima kasih kepada mereka dan berjanji aku akan mencoba melamar ke tempat yang dimaksud karena syarat yang diajukan pun tidak rumit yang penting bisa menggunakan komputer dan mengerti bahasa Inggris.
Dengan diantar si bungsu, akhirnya jam 9 pagi aku tiba perusahaan yang dimaksud, PT. Harvestindo International. Letaknya di sebuah perkampungan membuat aku agak kurang bergairah terhadap perusahaan ini ditambah lagi pihak sekuriti yang bertugas bertanya “siapa yang memasukkan saya bekerja di perusahaan tersebut ?” saya menjawab bahwa saya masuk sendiri tanpa bawaan dari siapa pun dan sepertinya mereka memberikan sinyal bahwa di tempat itu tidak ada lowongan pekerjaan dan mereka heran mengapa aku datang untuk melamar, bahkan orang HRD, saat itu adalah Pak Oka, yang akan aku temui pun tidak ada di tempat dan tidak tahu kapan kembali.
Oh my gosh….. aku coba menahan emosi dan menenangkan diri serta mengatakan akan mencoba menunggu sampai HRD kembali. Dua jam berlalu, dan aku akhirnya berhasil meyakinkan agar pihak sekuriti mau menghubungi orang lain yang berwenang agar aku tidak perlu menunggu sampai HRD kembali.
Sesaat kemudian, sekuriti meminta aku bersiap-siap karena aku akan diantarkan menemui orang yang akan mewawancarai aku. Setelah duduk di ruang tunggu tempat menerima tamu, seorang wanita bukan warga negara Indonesia menyapa aku, “hi”, katanya. Aku berdiri dan membalas jabatan tangannya. Rupanya wanita RRC inilah yang menyatakan bahwa dirinya yang meminta HRD untuk mencari karyawan baru. Setelah selang 10 menit kami saling bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, dia pun menyatakan ketertarikannya kepadaku dan meminta aku datang kembali untuk mulai bekerja pada hari Senin.
Akhirnya aku bekerja di perusahaan tersebut dan gaji pertama kurang lebih 900 ribu. Bisa dibayangkan betapa kecilnya gaji aku saat pertama kali bekerja waktu itu. Setelah 3 (tiga) bulan berlalu pun aku masih tetap menerima gaji yang sangat minim dan membuat aku hampir saja tidak betah. Tapi aku ingat akan sebuah ayat dalam Firman Allah bahwa “Jika kita setia akan perkara-perkara kecil, maka TUHAN akan sediakan perkara-perkara besar”. Itulah yang menjadi penyemangat dan penghibur yang membuat aku bisa bertahan. Karena itu aku tetap menunjukkan kemampuan aku dan tidak pernah berhenti belajar apa lagi bidang recycle botol PET ini merupakan hal yang baru untuk aku.
Awal Dari Kesabaran dan Ketekunan Berbuahkan Hasil yang Indah Pada Waktunya
Waktu terus berjalan dan pada akhirnya doa-doaku terwujud, hasil kerja keras aku tidak sia-sia, Boss memperhatikan aku dan pada akhirnya awal tahun 2009 aku mulai merasakan peningkatan penghasilan, bahkan aku bisa merasakan TRAVELLING KE BALI di bulan September 2009 selama 2 (dua) minggu. Terima kasih Tuhan Yesus atas kesempatan ini. Meski agak sedih dan bersusah-susah awalnya, namun INDAH PADA WAKTUNYA. Cita-citaku untuk bisa travelling kesampaian. Bahkan saat itu aku merasakan aku akan kembali lagi ke Bali. Aroma pantai dan bunyi musik kesenian Bali seakan jadi magnet kuat untuk aku kembali kesana.
Tahun pun berganti, semangat travelling terus menggebu-gebu dalam hati, aku berdoa memohon kepada Tuhan semoga cita-citaku terwujud kembali, aku ingin sekali ke luar negeri. Singapura menjadi tujuan pertamaku. Aku mencoba menabung sedikit demi sedikit demi tercapainya cita-citaku ini. SEMANGAT INI JUGA LAH YANG MEMBUAT AKU SEMAKIN BEKERJA KERAS DEMI TERCAPAINYA TUJUAN. Terima kasih sekali lagi TUHAN, setelah menabung sedikit demi sedikit akhirnya mimpi aku terwujud. Aku bisa menginjakkan kaki di SINGAPURA selama 3 (tiga) hari dari tanggal 14 -17 Maret 2010.
Pengalaman aku di Singapura, negara kecil di Asia, namun amat teratur, terutama yang aku suka adalah tidak ada istilah macet di sana. Aku suka sekali transportasi di sana, mudah, tepat waktu dan nyaman, terutama MRT nya, kemana-mana terasa mudah dan dekat. Hal ini juga lah yang membakar semangat aku kembali untuk bermimpi merasakan suasana di belahan benua lain. Jika Asia sudah diwakilkan dengan Singapura, aku bermimpi seandainya aku bisa menginjakkan kakiku di Eropa. Aku berdoa dengan sungguh-sungguh diiringi dengan bekerja dengan sepenuh hati dan juga menabung demi mewujudkan impianku ini.
Terima kasih TUHAN, Engkau memberikanku kesempatan ke Swiss selama 14 (empat belas) hari dari tanggal 3 – 17 September 2010. Semua karena anugerahMu. Dari Swiss aku juga bisa menyempatkan diri ke Jerman dan Italia meskipun tidak menginap. Aku bisa belajar arti disiplin dan tepat waktu selama di Eropa. Budaya ketaatan mereka akan ketentuan-ketentuan yang ada HARUS DITIRU. DISIPLIN masyarakat terlihat dari di sana tidak ada istilah menyeberang jalan di sembarang tempat atau menunggu kendaraan umum di sembarang tempat, ataupun membuang sampah tidak pada tempatnya, bahkan membuang sampah pun sudah diatur menurut ketentuan yang ada, dimana sampah dibedakan menurut jenisnya. Dan lebih ekstrim lagi KETEPATAN WAKTU. Kereta atau tram datang on time dan sesuai jadwal jadi kita tidak bisa terlambat jika tidak ingin ketinggalan bus atau kereta. Tidak ada istilah kasihan di sana. Pintu yang otomatis tutup buka tidak bisa menerima alasan apapun, bahkan jika kita sujud memohon sekalipun, yang ada kita akan ditertawakan penumpang lainnya hehehe 😛
Dan kini… di tahun 2011…
Tidak disangka-sangka aku berkesempatan lagi ke Bali, meski hanya 3 (tiga) hari 6 – 8 Juni 2011, aku sudah cukup puas, rasa kangen terhadap aroma pantai dan bunyi musik kesenian khas Bali yang tidak terlupakan sudah cukup mengobati rasa kangen aku akan tempat ini. Alangkah indahnya jika TUHAN memberikan aku kesempatan memiliki tempat tinggal di Bali. Bali sudah seperti rumah juga untuk aku.
Masih ada impian aku selanjutnya yaitu ke Israel, melihat pinguin di Australia, melihat air terjun Niagara, mengunjungi White House dan berkunjung ke tempat saudara baru aku di Grand Rapids, Michigan. Semoga TUHAN mendengar doaku sehingga impianku ini bisa terwujud. Amin.
Jangan Menyerah Akan Kesulitan Hidupmu ada TUHAN bersamamu.
Semoga ada hal yang bermanfaat yang bisa diambil dari kisah hidupku ini.
Semangat dan jangan menyerah !!
Dengan kasih hangat,
kei
[…] Bukti jika saya bukan kaum jet set bisa di baca di : Jangan Menyerah Akan Kesulitan Hidupmu […]
LikeLike
Ayo Travelling : Tips Menghasilkan Dana Travelling « Me, my self said this on August 30, 2011 at 4:55 pm |
[…] Bukti jika saya bukan kaum jet set bisa di baca di : JANGAN MENYERAH AKAN KESULITAN HIDUPMU […]
LikeLike
Ayo Travelling : Tips Menghasilkan Dana Travelling | It's Time To Travel said this on September 18, 2013 at 10:03 pm |